Pajak Karbon Pengendali Dampak Perubahan Iklim

Pajak Karbon Pengendali Dampak Perubahan Iklim

Oleh: Bambang Sukoco, S.H.

“I like to pay taxes. With them, I buy civilization.”

– Oliver Wendell Holmes

Dalam menghadapi dampak perubahan iklim, semua negara di dunia tak terkecuali Indonesia berupaya dalam mengatasi hal itu. Di Indonesia pemerintah berkomitmen dengan memperkenalkan pajak karbon dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

Kali ini penulis akan menjelaskan mengenai “Pajak Karbon Pengendali Dampak Perubahan Iklim”. Yukk ikuti terus ulasannya hanya di Blog Selaras Group!

Pajak Karbon

Kegiatan ekonomi adalah kegiatan yang dilakukan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Ketika suatu kegiatan ekonomi memberikan dampak negatif, seperti dengan adanya pabrik maka lingkungan menjadi penuh polusi dan limbah. Maka hal ini dikategorikan dengan kegiatan ekonomi negatif.

Berbeda dengan kegiatan ekonomi yang memberikan manfaat seperti pembangunan taman kota, penanaman pohon, pendaur ulang sampah tidak hanya berfungsi sebagai penyerap gas karbon dioksida namun juga dapat mempercantik kota.

Sehubungan adanya dampak negatif dari kegiatan ekonomi maka perlu dilakukannya intervensi pemerintah atas eksternalitas negatif yang ditimbulkan.

Pajak karbon menurut Hoeller & Waliin adalah pajak yang dikenakan pada pemakaian bahan bakar yang mengandung hidrokarbon diantaranya batu bara, petroleum dan gas alam.

Maka pajak karbon merupakan pajak yang dikenakan pada pemakaian bahan bakar berdasarkan karbonnya, yang berarti pajak karbon akan menarik pajak dari penggunaan bahan bakar fosil.

Apabila harga barang naik maka permintaan atas barang dipastikan akan menurun, begitu sebaliknya apabila bahan bakar fosil lebih mahal maka diharapkan menurunkan konsumsi bahan bakar karbon.

Baca Juga: Penagihan Pajak: Pajak Tidak Dibayar Siapa Penanggung Pajaknya.

Sejarah Pajak Karbon

Dampak adanya perubahan iklim kini telah menjadi sebuah tantangan global semua negara di dunia. Resiko dari perubahan iklim diantaranya seperti kelangkaan air, kerusakan ekosistem lahan, kerusakan ekosistem lautan, penurunan kualitas kesehatan, dan kelangkaan pangan.

Berdasarkan Badan Energi Internasional (IEA), total emisi karbon global pada tahun 2020 mencapai 35 gigaton dan ditargetkan menurun secara bertahap. Penyumbang terbesar emisi karbon sekitar 70% dihasilkan dari energi berbasis fosil.

Pada 12 Desember 2015 Indonesia serta 195 negara menandatangani Perjanjian Paris atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa mengenai Perubahan Iklim. Hal itu menjadi dasar komitmen bersama untuk mengurangi emisi karbon.

Dengan mengimplementasikan pajak karbon menjadikan Indonesia sejajar dengan negara-negara maju yang telah melaksanakan kebijakan pajak karbon, diantaranya Inggris, Jepang, dan Singapura.

Di Indonesia awal mula adanya pajak karbon dengan diterbitkannya Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Selain UU HPP Indonesia juga meratifikasi Paris Agreement yang didalamnya termuat mengenai Nationally Determined Contribution (NDC) pada tahun 2016.

Hal itu menjadikan penanganan terhadap perubahan iklim sebagai salah satu agenda prioritas nasional dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan tahun 2020-2024.

Manfaat pengenaan pajak karbon memiliki berbagai kemanfaatan diantaranya:

a. Pengurangan emisi gas rumah kaca dari sumber emisi;

b. Penerimaan pajak karbon dapat digunakan untuk;

  1. Menambah dana pembangunan;
  2. Adaptasi dan mitigasi perubahan iklim;
  3. Investasi ramah lingkungan; serta
  4. Dukungan kepada masyarakat berpenghasilan rendah dalam bentuk bantuan sosial;

Baca Juga: Mengenal Nomor Pokok Wajib Pajak Di Indonesia Serta Peraturan Barunya.

Kebijakan Terkait Pajak Karbon

Pajak karbon dikenakan atas emisi karbon yang memberikan dampak negatif bagi lingkungan hidup. Subjek pajak karbon terdiri dari orang pribadi atau badan yang membeli barang yang mengandung karbon atau melakukan aktivitas yang menghasilkan emisi karbon.

Pengenaan pajak karbon dilakukan dengan dua cara yaitu, peta jalan pajak karbon dan peta jalan pasar karbon. Pada peta jalan pajak karbon memuat sebagai berikut:

  • Strategi penurunan emisi karbon, pemerintah berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 29% dan 41% dengan dukungan internasional pada tahun 2030 dan menuju Net Zero Emission (NZE) di tahun 2060.
  • Sasaran sektor prioritas, target penurunan emisi sektor energi dan transportasi serta sektor kehutanan mencakup 97% dari total target penurunan emisi.
  • Keselarasan dengan pembangunan energi baru dan terbarukan, kebijakan pajak karbon, perdagangan karbon dan kebijakan teknis sektoral diantaranya energi baru dan terbarukan, dan peningkatan keanekaragaman hayati diharapkan mencapai target dan memberikan kepastian iklim berusaha.
  • Keselarasan antar berbagai kebijakan lainnya, memuat antara lain mengenai strategi penurunan emisi karbon, sasaran sektor prioritas, dan memperhatikan pembangunan energi baru terbarukan.

Peta jalan pasar karbon memuat mengenai tarif, pajak karbon ditetapkan lebih tinggi atau sama dengan harga karbon di pasar karbon, apabila harga di pasar karbon lebih rendah atau setara dari Rp 30,00 per kilogram, maka harga itu ditetapkan sebagai harga paling rendah.

Mengenai tata cara perhitungan, pemungutan, pembayaran atau penyetoran, pelaporan dan mekanisme pengenaan pajak karbon akan diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Pengenaan pajak karbon akan berlaku pada tanggal 1 April 2022, tetapi pada tahun 2022 hingga 2024 diterapkan mekanisme pajak yang mendasarkan pada batas emisi untuk sektor pembangkit listrik terbatas pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batubara.

Untuk tahun selanjutnya yaitu tahun 2025 dan seterusnya, implementasi perdagangan secara penuh dan perluasan sektor pemajakan pajak karbon dengan penahanan sesuai kesiapan sektor terkait dengan memperhatikan kondisi ekonomi, kesiapan pelaku, dampak dan skala.

Itulah penjelasan singkat mengenai “Pajak Karbon:  Pengendali Dampak Perubahan IklimUntuk mengetahui lebih lanjut mengenai isu hukum terbaru, keep up to date di Blog Selaras Group ya! kalian juga bisa mengkonsultasikan masalah hukum kalian dengan mengakses laman Selaras Group sekarang juga!

Sumber:

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

Selvi, Notika Rahmi, Idar Rachmatulloh. 2020. “Urgensi Penerapan Pajak Karbon di Indonesia”. Jurnal Reformasi Administrasi, Vol. 7, No. 1.

Anih Sri Suryani. 2021. “Pajak Karbon Sebagai Instrumen Pembangunan Rendah Karbon Di Indonesia”. Vol. XIII, No.18/II/Puslit/September/2021.

Badan Kebijakan Fiskal. 2021. Webinar “Membedah Pajak Karbon dalam Transisi Ekonomi Hijau dan Pembangunan Rendah Karbon di Indonesia” Tax Center Universitas Indonesia. 30 Agustus 2021.

Sumber Gambar:

unsplash.com

Editor: Siti Faridah, S.H.

Leave a Replay