Yuk Lebih Jauh Pahami Tentang Perusahaan Pailit

Yuk Lebih Jauh Pahami Tentang Perusahaan Pailit

Oleh: Hesti Zahrona Nurul Rohmah, S.H.

Tahukah Sobat bahwa salah satu penyebab berakhirnya operasional perusahaan adalah karena pailit?

Nah, berikut ini Kita akan mendalami lebih lanjut terkait konsep dari kepailitan. Simak sampai akhir ya Sobat!

Pailit merupakan suatu keadaan di mana debitur tidak mampu untuk melakukan pembayaran-pembayaran terhadap utang-utang dari para krediturnya. Keadaan tidak mampu membayar lazimnya disebabkan karena kesulitan kondisi keuangan (financial distress) dari usaha debitur yang telah mengalami kemunduran.

Sedangkan kepailitan merupakan suatu putusan yang dikeluarkan oleh Pengadilan yang mengakibatkan sita umum atas seluruh kekayaan yang dimiliki maupun kekayaan yang akan dimiliki oleh debitur di kemudian hari.

Nah, menurut Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, syarat untuk seorang debitur/perusahaan dimohonkan pailit adalah sebagai berikut:

  1. Terdapat minimal 2 orang kreditur;
  2. Debitur tidak membayar lunas sedikitnya satu utang ; dan
  3. Utang tersebut telah jatuh waktu dan dapat ditagih.

Penjelasan Pasal 2 ayat (1) UUK dan PKPU menerangkan bahwa yang dimaksud dengan utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih adalah kewajiban untuk membayar utang yang telah jatuh waktu, baik karena telah diperjanjikan dengan percepatan waktu penagihannya, karena pengenaan sanksi atau denda oleh instansi yang berwenang, maupun karena putusan pengadilan, arbiter, atau majelis arbitrase. Namun, tidak dijelaskan lebih lanjut bahwa utang yang tidak dibayar oleh debitur sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini, adalah utang pokok atau bunganya.

Baca juga: Mengenal Likuidator: Ujung Tombak Pemberesan Harta Kekayaan Perseroan

Sesungguhnya, kepailitan menjadi solusi bagi debitur untuk dapat keluar dari persoalan utang piutang yang menghimpitnya, dikarenakan debitur tersebut sudah tidak mempunyai kemampuan lagi membayar utang-utang kepada para krediturnya.

Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 di Indonesia mengandung prinsip pari passu pro rate parte yang berarti harta kekayaan merupakan jaminan bersama untuk para kreditur dan hasilnya harus dibagikan secara proporsional (pro rate parte) di antara mereka, kecuali bagi kreditur yang menurut undang-undang harus didahulukan. Prinsip-prinsip ini diatur dalam Pasal 176 dan Pasal 189 ayat (4) KUHPerdata.

Sobat, perlu diketahui juga mengenai eksistensi dari Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 yang memiliki tujuan tersendiri, yakni sebagai berikut:

  1. Mengatur tingkat prioritas dan urutan masing-masing piutang kreditur;
  2. Mengatur tata cara agar seorang debitur dapat dinyatakan pailit;
  3. Mengatur bagaimana tata cara menentukan kebenaran adanya piutang kreditur;
  4. Mengatur sahnya piutang atau tagihan kreditur;
  5. Mengatur tata cara pencocokan atau verifikasi dari tagihan kreditur;
  6. Mengatur bagaimana tata cara membagi hasil penjualan harta kekayaan debitur sesuai prioritas dan urutan masing masing kreditur;
  7. Mengatur tata cara pendamaian yang ditempuh oleh debitur dengan para kreditur dan sesudah pernyataan pailit.

Lebih lanjut, baik debitur dan kreditur sama-sama memiliki kewenangan untuk mengajukan permohonan kepailitan kepada Ketua Pengadilan Niaga. Kemudian, Panitera akan mendaftarkan pada tanggal permohonan kepada pemohon diberikan tanda diterima. Panitera menyampaikan permohonan pernyataan pailit kepada Ketua Pengadilan paling lambat 2 (dua) hari setelah tanggal permohonan didaftarkan. Paling lambat 3 (tiga) hari setelah tanggal permohonan pernyataan pailit didaftarkan, Pengadilan mempelajari permohonan dan menetapkan hari sidang. Sidang pemeriksaan diselengarakan paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah tanggal permohonan didaftarkan.

Permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) telah dipenuhi.

Baca juga: Sebab-Sebab Pembubaran Perseroan Terbatas

Undang-Undang a quo juga menentukan asas-asas dalam kepailitan, yaitu  asas keseimbangan, asas kelangsungan usaha, asas keadilan dan asas integrasi. Kemudian, akibat hukum ketika seorang debitur dinyatakan pailit adalah sebagai berikut:

  1. Sejak dibacakannya putusan kepailitan, ia kehilangan hak untuk melakukan pengurusan dan penugasan atas harta bendanya (persona Standi in ludicio)
  2. Pengurusan dan penguasaan harta pailit itu akan beralih ke tangan kurator, dan kurator akan bertindak selaku pengampu.
  3. Si pailit masih diperkenankan untuk melakukan perbuatan perbuatan hukum di bidang harta kekayaan
  4. Kurator harus pula memperhatikan keadaan si Pailit, artinya apabila dianggap perlu, demi kebutuhan hidup si pailit, maka kurator harus membayar tunjangan hidup si pailit

Nah, kini Sobat sudah memahami terkait seluk beluk kepailitan bukan?

Jangan lupa! Untuk kalian yang mengalami kesulitan terkait operasional pendirian atau pembubaran perusahaan, segera hubungi Selaras Group sekarang juga!

Sumber:

Dedy Tri Hartono, “Perlindungan Hukum kreditur Berdasarkan Undang-Undang Kepailitan”, Jurnal Ilmu Hukum, Edisi 1, Volume 4, 2016, hlm. 2.

Lambok Marisi Jakobus Sidabutar, “Hukum Kepailitan dalam Eksekusi Harta Benda Korporasi sebagai Pembayaran Uang Pengganti”, Jurnal Anti Korupsi Integritas, Volume 5, Nomor 2, hlm. 78.

Hadi Shubhan, Hukum Kepailitan: Prinsip, norma, dan Praktik di Peradilan, Jakarta: Kencana, 2009, hlm. 1.

Niru Anita Sinaga, “Hukum Kepailitan Dan Permasalahannya Di Indonesia”, Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara, Volume 7, Nomor 1, 2016, hlm. 162.

Sumber Gambar:

unsplash.com

Editor: Siti Faridah, S.H.

Leave a Replay

+6281558523132

(English, Arabic, Turkish)

+6281510118552

(Indonesian)