Oleh: Winda Indah Wardani, S.H.
Sobat Selaras, artikel kali ini akan membahas bagaimana hukum islam memandang adanya cryptocurrency. Tentu, tidak terlepas dari latar belakang warga negara Indonesia yang mayoritas muslim. Sehingga dasar kehalalan suatu hal menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan sehari hari.
Kegiatan ekonomi manusia kini semakin didominasi oleh kegiatan berbasis online/daring. Internet telah menjelma menjadi sarana pilihan populer dengan segala kemudahan dan kecepatan yang diberikan.
Era digital economics 4.0 ialah era yang ditandai dengan maraknya pemanfaatan internet sebagai media komunikasi, transaksi dan kolaborasi. Perdagangan melalui dunia maya ini terkenal dengan istilah e-commerce.
Pengertian Cryptocurrency
Uang digital atau elektronik merupakan alat pembayaran atau tukar yang digunakan dalam transaksi keuangan e-commerce tersebut. Uang ini tidak dapat diraba karena bentuknya yang bersifat digital. Salah satu jenisnya adalah uang kripto (cryptocurrency).
Bitcoin adalah salah satu dari beberapa mata uang kripto yang menggunakan teknologi kriptografi peer-to-peer serta terdesentralisasi atau tanpa otoritas pusat, lalu semua mekanismenya berjalan melalui sistem blockchain.
Bitcoin digunakan atas dasar kebebasan dan idealisme bahwa pemerintah yang mengontrol hanya bekerja demi keuntungan subjektif yang korup dan berpihak kepada konglomerat belaka.
Bitcoin dimulai sebagai mata uang digital untuk melawan metode keuangan tradisional, dan, meskipun harga naik turun selama bertahun-tahun, cryptocurrency mulai melihat semakin banyak adopsi arus utama. Semakin banyak orang melihat Bitcoin baik sebagai alat pertukaran, dan sebagai penyimpan nilai.
Baca juga: Exchange Crypto Di Indonesia.
Cryptocurrency seperti token dapat masuk dalam kategori ini karena tidak hanya dapat diperdagangkan, tetapi juga dapat digunakan untuk membangun program atau aplikasi ke dalam blockchain.
Namun, karena sifat mata uang digital yang sangat baru, ada sedikit percakapan tentang kompatibilitas antara mata uang tersebut dan hukum Islam, apalagi diskusi terperinci tentang klasifikasi khusus mata uang digital. Sehingga, perlu pengkajian mendalam terkait uang digital dalam perspektif hukum Islam.
Prinsip Hukum Islam
Salah satu pertanyaan utama yang ditanyakan oleh cendekiawan Islam, analis keuangan, dan bankir dalam percakapan Bitcoin dan keuangan Islam adalah apakah Bitcoin dan cryptocurrency kompatibel dalam peraturan keuangan Islam.
Pada dasarnya ada perbedaan pendapat diantara para ulama. ada golongan yang secara tegas melarang bitcoin dan kripto. Namun, Pakar dan sebagian ulama lain berpandangan bahwa bitcoin dibolehkan pada prinsipnya.
Pandangan ini dapat dianalisis berdasarkan pemaparan sebelumnya sehubungan dengan kriteria dan definisi uang dan jual beli. Kaidah fikih masyhûr yang dijelaskan oleh para ahli hukum, yakni: “al-Ashlu fî al-Mu’âmalât al-‘Ibâh}ah, Illâan Yadulla al-Dalîl ‘ala Tah}rîmihâ.” Ini berarti bahwa aturan asalnya diperbolehkan dalam transaksi keuangan dan bisnis.
Dengan kata lain, semuanya diizinkan kecuali ditemukan dalil yang itu jelas bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah. Beberapa qaul masyhûr lain dalam etika ekonomi Islam, yakni ungkapan yang singkat dari Ibnu Taimiyah: “al-Ashlu fî al-‘Uqûd Ridha al-‘Aqidain” yang bermakna bahwa dasar dari akad adalah keridhaan kedua belah pihak.
Resiko dan Inflasi
Dalam keuangan Islam, istilah gharar berarti “risiko” atau “ketidakpastian yang berlebihan” Ulama Islam berpendapat bahwa segala bentuk pembayaran yang digunakan harus bebas dari gharar.
Jadi, segala jenis transaksi yang menimbulkan risiko harus dihindari. Beberapa cendekiawan Islam memandang uang kertas, karena inflasi termasuk kategori berisiko dan tidak pasti. Sedangkan Bitcoin (dan mata uang kripto) lolos dari kondisi ini, karena nilainya yang tetap.
Dengan cryptocurrency, kekuatan kendali sepenuhnya ada di tangan individu. Dengan jumlah uang yang “lebih besar”, menyimpannya dengan emas mulai menjadi tugas yang sangat sulit memiliki batangan emas di rumah tidak hanya sulit untuk disembunyikan, tetapi emas juga sulit untuk diangkut.
Dengan uang kertas, hal serupa bisa dikatakan. Selain itu, menyimpan uang di bank selalu membuat seseorang melepaskan kekuasaan dan kepercayaan ke dalam sistem perbankan; Anda berharap uang Anda akan ada di sana, dan Anda juga berharap bisa mendapatkan akses ke uang Anda kapanpun Anda mau.
Baca juga: Tahapan Realisasi Investasi Archives.
Tetapi dengan cryptocurrency, kekhawatiran seperti itu dapat dihindari. Karena mata uangnya digital, menyimpan dalam jumlah besar tidak lagi menjadi masalah. Selain itu, karena Anda memiliki kunci pribadi sendiri, tidak ada orang lain di dunia ini yang dapat mengakses uang Anda. Ini tidak bisa dikatakan untuk penyimpanan bank.
Kesimpulan
Bitcoin dengan ketidakmampuannya untuk digelembungkan, kemudahan transportasi, dan sifat terdesentralisasi semuanya merupakan aspek positif bagi mata uang, pada intinya memberikan kekuatan kepada masyarakat, dan bukan pemerintah atau bank. Selain itu, Bitcoin tidak dapat dipalsukan, sesuatu hal yang sering terjadi pada uang logam dan uang kertas.
Tertuang dalam Undang-Undang nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang Pasal 1 ayat 1 yang menegaskan bahwa mata uang adalah uang yang dikeluarkan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut rupiah. meski uang kripto bukan merupakan alat pembayaran yang sah dan diakui di Indonesia, namun, kripto tidak dilarang dan bahkan menjadi komoditi berjangka.
Jadi, jangan khawatir bagi masyarakat yang beragama islam, bahwa cryptocurrency pada dasarnya diperbolehkan menurut sebagian ulama. bagia Sobat Selaras, mulai bisnis investasi Anda dengan berkonsultasi dengan kami. silakan dapat mengakses laman Selaras untuk kemudahan berbisnis anda!
Sumber:
Undang-Undang nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.
Kusuma, Teddy. (2020). Cryptocurrency dalam Perdagangan Berjangka Komoditi di Indonesia Perspektif Hukum Islam. Journal TSAQAFAH, Volume 16, Number 1, Mei.
Muedini, Fait. (2018). The Compatibility of Cryptocurrencies and Islamic Finance. European Journal of Islamic Finance, No. 10 Agustus.
Sumber Gambar:
pexels.com
Editor: Siti Faridah, S.H.