Faktor-Faktor Penyebab Rendahnya Penggunaan Hak Merek Di Indonesia

Faktor-Faktor Penyebab Rendahnya Penggunaan Hak Merek Di Indonesia

Oleh: Dian Dwi Kusuma Astuti, S.H.

Idealnya dalam perlindungan Hukum Kekayaan Intelektual (“HKI”) tidak hanya dimanfaatkan oleh usaha besar, tetapi juga usaha kecil menengah (“UKM”). Namun, dalam kenyataannya, masih sedikit UKM di Indonesia yang menggunakan HKI dalam aktivitas usahanya. Sudah menjadi rahasia umum bahwa penegakan hukum di bidang HKI lemah.

Selain itu, banyak penegak hukum, seperti polisi dan jaksa, memiliki sikap permisif terhadap pelanggaran HKI di Indonesia. Lemahnya penegakan hukum ini menyebabkan maraknya praktek-praktek korupsi di kalangan penegak hukum di Indonesia.

Sebagai upaya penaggulangan pemerintah Indonesia melakukan sosialisasi untuk memperkenalkan serangkaian Undang-Undang HKI serta manfaat perlindungan HKI bagi perekonomian di Indonesia. Salah satu yang menjadi target kegiatan sosialisasi tersebut adalah UKM yang banyak memiliki potensi kekayaan intelektual untuk dieksploitasi dan diberikan perlindungan.

Faktor-Faktor Penyebab Rendahnya Penggunaan Hak Merek

1. Prosedur Pendaftaran Yang Rumit Dan Lama

Prosedur pendaftaran HKI yang tercantum dalam Undang-Undang Merek (“UU Merek”), Undang-Undang Desain Industri dan Undang-Undang Hak Cipta di Indonesia sebenarnya tidak banyak berbeda dengan negara lainnya.Akan tetapi, prosedur tersebut masih dirasakan rumit oleh masyarakat yang tidak berpengalaman dan kurang mendapat informasi akurat tentang sistem HKI.

Terkait dengan waktu, dalam UU Merek, waktu pendaftaran merek tersingkat tanpa adanya oposisi atau keberatan dari pihak ketiga adalah 14 bulan 10 hari, sebagaimana tertuang dalam Pasal 18 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 22 ayat (1), dan Pasal 27 ayat (1) UU Merek RUU.

Merek mengusulkan untuk memperpendek waktu pendaftaran ini menjadi 11 bulan dengan mengurangi waktu pemeriksaan substantif diperpendek menjadi 6 bulan dari sembilan bulan yang ditentukan oleh UU Merek. 

Selain itu, UU Merek juga mengusulkan untuk mengubah urutan pendaftaran merek menjadi pemeriksaan administratif diikuti publikasi dan pemeriksaan substantif. Urutan dalam UU Merek adalah pemeriksaan administratif diikuti langsung oleh pemeriksaan substantif dan publikasi. 

Perubahan urutan ini berpotensi mempercepat waktu pendaftaran karena tahap publikasi membuka kesempatan kepada pihak lain untuk mengajukan keberatan yang kemudian dapat menjadi pertimbangan penolakan atau penerimaan aplikasi tersebut.

2. Biaya Registrasi yang Mahal

Biaya wajib untuk pendaftaran HKI ditentukan oleh pemerintah dan dimasukkan dalam suatu Peraturan Pemerintah (PP) yang diperbaharui secara rutin sesuai dengan keadaan di Indonesia. Untuk HKI yang ditangani oleh Ditjen HKI, seperti merek total biaya wajib dikeluarkan untuk pendaftaran pertama kali merek adalah Rp. 700.000.

Selain biaya pendaftaran wajib, ternyata masih terdapat biaya dan pengeluaran tidak wajib, seperti biaya konsultan HKI yang harus dikeluarkan oleh seorang pendaftar HKI. Tidak seperti biaya wajib, tidak terdapat jumlah pasti atas biaya tersebut karena hal itu tergantung dari keadaan masing-masing pendaftar.

Walaupun tidak ada kewajiban untuk menggunakan jasa konsultan HKI, seorang pendaftar HKI yang tidak pengalaman dan kurang informasi akan mengalami kesulitan. Di samping itu, penggunaan jasa konsultan HKI dapat menghindari masalah hukum di kemudian hari.

Pada akhirnya biaya wajib yang dikombinasikan dengan biaya tidak wajib menjadi cukup mahal bagi UKM yang berniat mendaftarkan HKI-nya. Walaupun biaya tidak wajib bukan bagian yang harus dipenuhi dalam prosedur aplikasi HKI, tetapi dalam banyak hal, biaya-biaya tersebut adalah faktor penentu untuk melalui proses birokrasi HKI di Indonesia.

3. Lemahnya Penegakan Hukum bagi Pelanggar HKI

Sudah menjadi rahasia umum bahwa penegakan hukum di bidang HKI lemah. Selain itu, banyak penegak hukum, seperti polisi dan jaksa, memiliki sikap permisif terhadap pelanggaran HKI di Indonesia. Lemahnya penegakan hukum ini menyebabkan maraknya praktek-praktek korupsi di kalangan penegak hukum di Indonesia.

Semua hal tersebut menciptakan citra negatif sistem penegakan hukum HKI di Indonesia dan membuat banyak pemilik Usaha enggan mencari keadilan melalui pengadilan ketika HKI mereka dilanggar. Dalam pandangan mereka, biaya perkara HKI di pengadilan, dalam hal uang, waktu dan energi, lebih besar dibandingkan dengan keuntungan yang diperoleh dari HKI

Demikian pembahasan mengenai “Faktor-Faktor Penyebab Rendahnya Penggunaan Hak Merek Di Indonesia”, apabila Sobat Selaras Group ingin mengetahui lebih lanjut, dapat langsung menghubungi kami di Selaras Group. Nantikan artikel menarik selanjutnya!

Sumber:

Djumhana, 2003, Hak Milik Intelektual: Sejarah, Teori dan Prakteknya di Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti.

Tim Lindsey, 2003, Hak Kekayaan Intelektual: Suatu Pengantar, Bandung: Alumni.

Sumber Gambar:

unsplash.com

Editor: Siti Faridah, S.H.

Leave a Replay