Oleh: Dian Dwi Kusuma Astuti, S.H.
Interaksi dan komunikasi yang terjalin secara terus menerus dapat membuat orang memiliki suatu hubungan dan melegalkan hubungan tersebut pada suatu perkawinan, hal tersbut juga dapat dialami oleh Warga Negara Indonesia (“WNI”) dengan Warga Negara Asing (“WNA”).
Pertemuan dan komunikasi tersebut memungkinkan penduduk suatu negara melangsungkan perkawinan dengan orang asing yang berdomisili sementara maupun tetap (residence) sehingga timbullah hubungan perkawinan antara WNA dengan WNI, hal inilah yang dinamakan dengan perkawinan campuran.
Perkawinan campuran dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”) dalam Pasal 57, berbunyi:
“Yang dimaksud dengan perkawinan campuran dalam Undang-Undang ini ialah perkawinan antar dua orang yang dilakukan di Indonesia tunduk pada hukum dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia.”
Dalam UU Perkawinan memiliki arti sebagai unsur penting dalam perkawinan campuran adalah dilakukan antara perempuan dengan laki-laki dimana salah satunya harus WNI dan yang lain harus WNA. faktor terjadinya perkawinan campuran ada dua, yaitu eksternal; keagamaan, pendidikan, ekonomi, sosial, budaya. dan Internal: adat secara turun temurun, atau faktor ingin merubah kewarganegaraan.
Perkawinan campuran adalah suatu peristiwa hukum sama halnya dengan perkawinan pada umumnya yang dilakukan antar WNI, sehingga dengan dilakukannya perkawinan yang sah akan menimbulkan akibat hukum yang sah pula, demikian juga dengan perkawinan campuran akan menimbulkan akibat hukum.
Adapun beberapa akibat hukum dari perkawinan campuran adalah:
- Hubungan hukum antara suami istri, dimana suami istri tersebut adalah WNI dan WNA.
- Terdapat adanya harta perkawinan, adanya ikatan perkawinan antara laki-laki dan perempuan, maka secara hukum terjadi percampuran harta di antara keduanya.
- Dari adanya perkawinan campuran timbul hubungan hukum antara orang tua dengan anak.
Percampuran harta ini menyebabkan munculnya harta bersama atau yang sering disebut harta gono gini, yaitu keseluruhan harta yang diperoleh selama masa perkawinan, Namun demikian, ada perkecualian terhadap percampuran harta ini, yaitu terhadap harta yang diperoleh sebelum perkawinan, harta yang diperoleh berdasarkan pemberian dan harta yang diperoleh berdasarkan pewarisan.
Untuk mengatasi terjadinya perselisihan antar warganya hukum positif memberikan jalan keluar, yaitu dengan membuat perjanjian perkawinan yang secara tegas memisahkan harta suami dan istri dalam perkawinan berlainan karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan asing.
Ketentuan mengenai perjanjian kawin diatur dalam Pasal 147 juncto 149 KUHPerdata yang menyatakan bahwa perjanjian kawin harus dibuat sebelum perkawinan dilangsungkan dan dilakukan di hadapan notaris. status kewarganegaraan seseorang menentukan hak dan kewenangannya selaku warga negara.
Kendala Pasangan Perkawinan Campuran dalam Melakukan Jual Beli Property
Praktik jual beli Properti yang dilakukan oleh pasangan perkawinan campuran di Indonesia dalam Hukum nasional di Indonesia yang secara khusus mengatur mengenai hubungan hukum perdata yang mengandung unsur asing (foreign element) akibat terkait dengan sistem hukum yang berbeda yaitu menggunakan Hukum Perdata Internasional.
Hukum Perdata Internasional merupakan hukum nasional yang dipergunakan untuk memecahkan kasus-kasus yang di dalamnya terdapat unsur asing, yang masing-masing negara memiliki Hukum Perdata Internasional masing-masing. Hukum Perdata Internasional Indonesia mengenal ketentuan lex loci celebrationis, bahwa suatu perkawinan keabsahannya ditentukan oleh hukum dari negara dimana perkawinan itu diselenggarakan.
Sehingga apabila perkawinan campuran diselenggarakan di Indonesia tentunya perkawinan tersebut mengikuti tata cara perkawinan yang ada di Indonesia yang sesuai dengan UU Perkawinan. Hal ini sejalan dengan kaidah locus regit actum, bahwa bentuk perbuatan hukum itu dikuasai oleh hukum dari negara dimana perbuatan tersebut dilakukan.
Akibat hukum yang ditimbulkan dari perkawinan campuran yang dilakukan di Indonesia juga berdasar pada ketentuan UU Perkawinan dan peraturan perundang-undangan yang terkait di Indonesia. Konteks perkawinan campuran dalam kaitannya dengan harta benda perkawinan maka hal ini juga jika perkawinan campuran tersebut dilakukan di Indonesia maka harus didasarkan pada hukum di Indonesia.
Dalam ketentuan tersebut, maka apabila pasangan perkawinan campuran melakukan pembelian property, maka property tersebut menjadi harta bersama yang mana status kepemilikian atas property tersebut menjadi milik suami dan istri perkawinan campuran tersebut.
Dari segi kepemilikan hak milik atas tanah, perkawinan campuran WNI dan WNA dapat mengakibatkan adanya percampuran harta bersama jika pihak WNI memperoleh hak atas tanah tersebut setelah perkawinan dilangsungkan.Hak milik atas tanah yang dipunyai WNI akan menjadi bagian dari harta bersama yang juga dimiliki oleh WNA.
Dengan demikian, maka dengan terjadinya perkawinan campuran yang mengakibatkan percampuran dalam harta bersama, namun dalam UUPA memuat asas nasionalitas, artinya yang berhak memiliki atas tanah yang berada di Indonesia hanyalah WNI, sehingga WNA tidak boleh memiliki tanah di wilayah Indonesia, atas dasar konsep harta bersama dan ketentuan asas nasionalitas tersebutlah yang menyebabkan sulitnya pasangan perkawinan campuran melakukan jual-beli property
Demikian pembahsan mengenai “Kendala Pelaksanaan Jual Beli Properti Bagi Pasangan Perkawinan Campuran”, apabila sobat Selaras Group ingin mengetahui informasi lebih lanjut dapat langsung menghubungi tim Selaras Group di SelarasGroup.com. Nantikan artikel menarik selanjutnya!
Sumber:
Harahap. 2019. Hukum Acara Perdata. Jakarta: Sinar Grafika.
Rosandi. 2016. Akibat hukum jual beli hak atas tanah yang belum didaftarkan. Jurnal IUS Kajian Hukum Dan Keadilan.
Sumber Gambar:
unsplash.com
Editor: Siti Faridah, S.H.