KPR Dalam Perspektif Perlindungan Konsumen

KPR Dalam Perspektif Perlindungan Konsumen

Oleh: Dian Dwi Kusuma Astuti, S.H.

Rumah merupakan kebutuhan pokok bagi sebagian besar rakyat indonesia, selain sandang, pangan, kesehatan, dan pendidikan. Banyaknya permasalahan perlindungan konsumen dalam transaksi jual beli rumah disebabkan karena banyak konsumen yang tidak memahami sistem perhitungan bunga Kredit Pemilikan Rumah.

Hal ini disebabkan pada saat sebelum transaksi penjelasan petugas bank kepada konsumen masih minim, hanya mayoritas kewajiban konsumen, ini mendandakan minimnya pengetahuan konsumen tentang hal-hal yang diperjanjikan dalam perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (“KPR”) dengan bank, 

Minimnya pengetahuan bagi konsumen berpotensi posisi konsumen akan menjadi lemah jika kedepan terjadi permasalahan hukum terutama terkait perhitungan suku bunga, penyelesaian sengketa, take over kredit, dan risiko gagal bayar dalam sistem kredit kepemilikan rumah.

Pihak konsumen (debitur) yaitu pihak pembeli rumah yang dibangun oleh developer dengan uang yang dipinjam dari bank. Kewajiban konsumen adalah membayar sesuai syarat dan cara pembayaran dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli (“PPJB”) atau Akta Jual Beli (“AJB”). Jika terlambat maka didenda atau ditegur, dan apabila jika tidak bisa membayar maka perjanjian dibatalkan dan uang yang dibayar dipotong ganti rugi pengembang.

Pihak bank sebagai pemberi kredit memiliki kewajiban memberikan bantuan fasilitas kredit dalam bentuk uang yang dipergunakan oleh debitur untuk membayar rumah yang dibeli dari developer sesuai porsi yang dimohonkan oleh pemohon kredit. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 3 UU No. 7 tahun 1992 tentang perbankan dengan fungsi bank yaitu sebagai penghimpun dana dan penyalur dana masyarakat.

Berdasarkan penggolongan kredit, KPR termasuk dalam kredit konsutif, karena kredit diberikan kepada debitur pada lazimnya dipergunakan untuk membeli rumah sebagai tempat tinggal/dihuni. 

Dalam Perjanjian Kredit Pemilikan yang dibuat oleh Bank, disebutkan apabila jaminan berupa rumah dan tanah tersebut dianggap kurang, maka debitur menambah benda tertentu lainnya yang ditetapkan bank untuk dijadikan jaminan tambahan.

Mekanisme Penyelesaian Sengketa Konsumen Pihak-pihak dalam KPR

Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 45 ayat (1) sampai dengan (4) menyatakan setiap konsumen dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum.

Penyelesaian sengketa dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela pihak yang bersangkutan. Ada dua jenis penyelesaian yang sering dilakukan konsumen jika terjerat masalah yaitu:

1. Penyelesaian sengketa secara damai. Adalah penyelesaian yang dilakukan oleh kedua belah pihak yang bersengketa tanpa melalui pengadilan ataupun BPSK dan tidak bertentangan dengan UUPK. 

2. Penyelesaian sengketa melalui lembaga tertentu. Jika damai tidak lagi bisa menyelesaikan masalah maka sesuai UUPK Pasal 45 ayat (1) setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum.

Perlindungan konsumen sesungguhnya dimulai sejak adanya niat pelaku usaha untuk menawarkan produknya kepada calon konsumen dan berlanjut pada masa terjadinya transaksi hingga masa perawatan atau adanya jaminan perawatan pada saat berakhirnya transaksi. Konsumen perumahan berhak mendapatkan produk konstruksi yang sesuai dengan keinginan sebagaimana tertuang dalam brosur yang ditawarkan/dijanjikan oleh pihak pengembang. 

Dilihat dari sisi hukum perlindungan konsumen, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun telah sejalan dengan semangat perlindungan konsumen sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindugan konsumen 

Dimana dalam kedua Undang-Undang tersebut, dimana setiap orang berhak pengajuan gugatan perwakilan ke pengadilan terhadap penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman atau rumah susun yang merugikan masyarakat

Demikian pembahasan mengenai “Kredit Pemilikan Rumah Dalam Perspektif Perlindungan Konsumen”, apa bila sobat Selaras Group ingin mengetahui informasi lebih lanjut dapat menghubungi di SelarasGroup.com. nantikan artikel menarik selanjutnya!

Sumber:

Akbar Pandu, 2020, Kredit Pemilikan Rumah Dalam Perspektif Hukum Perlindungan Konsumen, Jurnal Magister Ilmu Hukum, Vol. V No. 1.

Sumber Gambar:

unsplash.com

Editor: Siti Faridah, S.H.

Leave a Replay