Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU): Langkah Debitur Untuk Memperbaiki Financial Distress

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU): Langkah Debitur Untuk Memperbaiki Financial Distress

Oleh: Hesti Zahrona Nurul Rohmah, S.H.

Kali ini kita akan membahas lebih dalam mengenai Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Bagi kalian yang belum mengerti atau bahkan belum tau apa itu PKPU, simak sampai akhir ya!

Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU)

Perjanjian utang piutang antar perusahaan merupakan hal yang wajar dalam industri bisnis. Sebagaimana perjanjian pada umumnya, utang piutang menimbulkan hubungan hukum yang membebankan kewajiban kepada para pihak.

Namun, terjadinya financial distress dalam dinamika bisnis sangat dimungkinkan, sehingga menyebabkan kewajiban utang piutang tersebut menjadi tidak terpenuhi.

Upaya penyelesaian utang piutang salah satunya dapat ditempuh melalui penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU), yang dikenal pula dengan istilah surseance van betaling atau suspension of payment. 

Menurut Munir Fuady, PKPU adalah suatu masa yang diberikan oleh undang-undang melalui putusan hakim niaga, agar debitur dan kreditur memiliki kesempatan untuk memusyawarahkan cara pembayaran utang dan merestrukturisasi utang meliputi pembayaran baik seluruh atau sebagian.

PKPU memiliki tujuan agar debitur dalam jangka waktu yang cukup dapat memperbaiki kesulitannya, sehingga dapat melunasi utangnya di kemudian hari.

Baca juga: Apa Itu Bidang Usaha Terbuka Penanaman Modal Asing?

Adapun pihak-pihak yang berwenang untuk mengajukan PKPU sendiri diatur dalam Pasal 222 Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, yakni sebagai berikut:

  1. Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang diajukan oleh debitur yang mempunyai lebih dari 1 (satu) kreditur atau oleh kreditur.
  2. Debitur yang tidak dapat atau memperkirakan tidak akan dapat melanjutkan membayar utang-utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon penundaan kewajiban pembayaran utang, dengan maksud untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada kreditur.
  3. Kreditur yang memperkirakan bahwa debitur tidak dapat melanjutkan membayar utangnya yang sudah jatuh waktu dan dapat ditagih, dapat memohon agar kepada debitur diberi penundaan kewajiban pembayaran utang, untuk memungkinkan debitur mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada krediturnya.

Berdasarkan Pasal a quo, dapat disimpulkan bahwa baik debitur maupun kreditur dapat mengajukan permohonan PKPU ke Pengadilan.  Adapun rangkaian prosedur PKPU dibagi menjadi dua proses, yakni:

  1. PKPU sementara, yakni PKPU pendahuluan yang diberikan oleh Pengadilan Niaga ketika adanya permohonan PKPU dan berlaku selama 45 hari sejak putusan memiliki kekuatan hukum tetap. Dalam kurun waktu tersebut, debitur memiliki kesempatan untuk merancang rencana perdamaian yang berisi skema pembayaran utangnya.
  2. PKPU tetap, yakni tahap perpanjangan dari PKPU sementara yang berlangsung selama 270 hari apabila disetujui oleh kreditur melalui voting (pemungutan suara). Akan tetapi, apabila pemungutan suara menunjukkan tidak terpenuhinya kuorum, maka pengadilan harus menyatakan debitur pailit.

Adapun pemberian penundaan kewajiban pembayaran utang tetap berikut perpanjangannya ditetapkan oleh Pengadilan berdasarkan:

  1. Persetujuan lebih dari 1/2 (satu per dua) jumlah kreditur konkuren yang haknya diakui atau sementara diakui yang hadir dan mewakili paling sedikit 2/3 (dua per tiga) bagian dari seluruh tagihan yang diakui atau yang sementara diakui dari kreditur konkuren atau kuasanya yang hadir dalam sidang tersebut; dan
  2. Persetujuan lebih dari 1/2 (satu per dua) jumlah kreditur yang piutangnya dijamin dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotik, atau hak agunan atas kebendaan lainnya yang hadir dan mewakili paling sedikit 2/3 (dua per tiga) bagian dari seluruh tagihan kreditur atau kuasanya yang hadir dalam sidang tersebut.

Pada dasarnya, PKPU merupakan langkah bagi debitur untuk mencegah perusahaannya dipailitkan. Bahkan, dalam Pasal 229 ayat (3) Undang-Undang Kepailitan dan PKPU dinyatakan bahwa:

Apabila permohonan pernyataan pailit dan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang diperiksa pada saat yang bersamaan, permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang harus diputuskan terlebih dahulu”.

Baca Juga: Seluk Beluk Prosedur Pembubaran Koperasi

Walaupun memang tujuan PKPU adalah mempertahankan keberlanjutan usaha dari debitur, namun bisa saja justru PKPU berujung pada kepailitan. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 230 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan dan PKPU, bahwa:

Apabila jangka waktu penundaan kewajiban pembayaran utang sementara berakhir, karena kreditur tidak menyetujui pemberian penundaan kewajiban pembayaran utang tetap atau perpanjangannya sudah diberikan, tetapi sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 228 ayat (6) belum tercapai persetujuan terhadap rencana perdamaian, pengurus pada hari berakhirnya waktu tersebut wajib memberitahukan hal itu melalui Hakim Pengawas kepada Pengadilan yang harus menyatakan debitur pailit paling lambat pada hari berikutnya.

Sehingga, pada praktiknya memang keberhasilan PKPU sendiri tergantung pada kehendak kedua belah pihak, baik debitur maupun kreditur. Rencana perdamaian akan berjalan dengan lancar apabila para pihak bersifat kooperatif untuk melakukan negosiasi sampai dengan pemenuhan seluruh utang tercapai.

Nah, kini Sobat sudah memahami terkait seluk beluk PKPU bukan? Jangan lupa! Untuk kalian yang mengalami kesulitan terkait operasional pendirian atau pembubaran perusahaan, segera hubungi kami di Selaras Group!

Sumber:

Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

Munir Fuady, Hukum Pailit dalam Teori dan Praktik, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2005, hlm. 171.

Sunarmi, Prinsip Keseimbangan dalam Hukum Kepailitan di Indonesia, Jakarta: PT Sofmedia, 2010, hlm. 202.

Sumber Gambar:

unsplash.com

Editor: Siti Faridah, S.H.

Leave a Replay