Likuidator: Ujung Tombak Pemberesan Harta Kekayaan Perseroan

Likuidator: Ujung Tombak Pemberesan Harta Kekayaan Perseroan

Oleh: Hesti Zahrona Nurul Rohmah, S.H.

Pihak yang berperan penting dalam proses pembubaran Perseroan Terbatas dan likuidasi salah satunya adalah Likuidator. Namun, dalam kondisi tertentu kurator juga berperan dalam melakukan pembubaran dan likuidasi tersebut. Sama tapi tak serupa, begitulah kalimat yang tepat untuk mendeskripsikan kedua profesi ini.

Dalam melakukan pemberesan harta kekayaan, kurator dan likuidator memiliki sejumlah perbedaan. Kurator bertindak untuk melakukan likuidasi dalam hal pembubaran Perseroan itu terjadi karena harta Perseroan yang telah dinyatakan pailit berada dalam keadaan insolvensi.

Hal ini ditegaskan dalam Penjelasan Pasal 142 ayat (1) huruf e Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. Untuk pengertian Kurator sendiri dapat ditemukan dalam Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, bahwa:

Kurator adalah adalah Balai Harta Peninggalan atau orang perseorangan yang diangkat oleh Pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta Debitor Pailit di bawah pengawasan Hakim Pengawas.

Sedangkan, Likuidator merupakan orang yang ditunjuk atau diangkat sebagai penyelenggara likuidasi terhadap badan hukum atau perusahaan yang sedang dalam likuidasi. Likuidator melakukan likuidasi (vereffening, winding-up) apabila pembubaran Perseroan itu berdasarkan:

  1. Keputusan RUPS;
  2. Jangka waktu berdirinya Perseroan dalam Anggaran Dasar (AD) telah berakhir;
  3. Penetapan Pengadilan; atau
  4. Dicabutnya kepailitan berdasarkan keputusan Pengadilan Niaga yang telah berkekuatan hukum tetap.

Menurut Yahya Harahap, likuidator (liquidateur, liquidator) ini kepadanya dipikulkan kewajiban mengatur dan menyelesaikan harta atau budel perseroan.

Adapun pihak-pihak yang berwenang untuk menunjuk atau mengangkat likuidator adalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) maupun Pengadilan Negeri. Kepada siapa likuidator bertanggung jawab diatur dalam Pasal 152 ayat (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas, bahwa:

Likuidator bertanggung jawab kepada RUPS atau Pengadilan yang mengangkatnya atas likuidasi perseroan yang dilakukan.”

Frasa “Likuidator bertanggung jawab” menurut Yahya Harahap, memiliki dua makna sebagai berikut:

  • Likuidator harus membuat dan menyampaikan laporan atas proses pelaksanaan likuidasi
  • Laporan tersebut sebagai bentuk transparansi Likuidator dalam menjalankan tugasnya.

Dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas, tidak ditemukan penjelasan mengenai bentuk laporan pertanggungjawaban itu. Apakah boleh dengan lisan atau harus dengan tertulis?

Namun, apabila dilihat dari perspektif yuridis dan manajemen, laporan pertanggungjawaban yang sah dan sesuai dengan kelaziman adalah “tertulis.” Sehingga, dalam kasus ini pun agar menjunjung validitas, harus dibuat dalam bentuk laporan tertulis. Oleh karenanya tidak dibenarkan, tidak dapat diterima, dan tidak disahkan apabila laporan pertanggungjawaban dalam bentuk lisan.

Nah, Sobat juga perlu tau nih, bagaimana Likuidator menjaga independensi dan integritasnya dalam melakukan pembubaran Perseroan. Hal ini dapat dicapai dengan eksistensi Perkumpulan Profesi Likuidator Indonesia (PPLI).

Dalam praktiknya, profesi likuidator harus menempuh proses pendidikan dan sertifikasi likuidator (Certified Liquidator of Indonesia) agar membentuk likuidator yang kompeten dan bersertifikat, sehingga memberikan pencerahan dan memberikan kepastian hukum yang jelas terkait setiap proses likuidasi. Likuidasi oleh likuidator harus dilakukan secara profesional dan bijaksana agar terhindar dari risiko dan gugatan.

Menurut ahli hukum, Hadi Subhan, likuidator memiliki peran yang sangat penting dalam rangka menerapkan asas paritas creditorium dan pari passu prorata sesuai dengan Pasal 1131 KUHPerdata.

Kemudian, ahli hukum Efridani Lubis berpendapat bahwa peran likuidator dalam mewujudkan good corporate governance (GCG) sangatlah penting, sebab Ia adalah pihak yang melakukan pemberesan harta perseroan pada tahap akhir.

Pada tahapan ini, kepentingan para pihak, terutama pemegang saham sangat perlu dijaga untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat. Oleh karena itu, likuidator yang imparsial menjadi kebutuhan dalam rangka menjaga dan menjamin keadilan bagi seluruh pihak.

Namun, untuk syarat apa saja yang harus dipenuhi sebelum menjadi likuidator, tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan. Hal ini jugalah yang menjadi perbedaan dengan profesi kurator, karena dalam Pasal 70 ayat (1) huruf b jo. ayat (2) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dan Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2018 tentang Syarat dan Tata Cara Pendaftaran Serta Penyampaian Laporan Kurator dan Pengurus, dinyatakan bahwa kurator harus memenuhi persyaratan:

  • orang perseorangan yang berdomisili di Indonesia, yang memiliki keahlian khusus yang dibutuhkan dalam rangka mengurus dan/atau membereskan harta pailit; dan
  • terdaftar pada Kementerian Hukum dan HAM.

Nah, Sobat kini sudah memahami dan mengetahui lebih dalam terkait likuidator bukan?

Jangan lupa, untuk kalian yang memiliki kebutuhan terkait pembubaran perusahaan atau likuidasi, segera hubungi kami di Selaras Group! Kami menyediakan layanan efektif, efisien, terjangkau, dan tentunya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku!

Sumber:

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.

Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

Putusan Mahkamah Konstitusi No. 29 Tahun 2018.

Yahya Harahap, 2019, Hukum Perseroan Terbatas, Jakarta: Sinar Grafika, hlm. 543.

Perkumpulan Profesi Likuidator Indonesia, “About Us”, http://ppli.or.id/ppli.html, diakses pada 27 Oktober 2021.

Sumber Gambar:

pexels.com

Editor: Siti Faridah, S.H.

Leave a Replay

+6281558523132

(English, Arabic, Turkish)

+6281510118552

(Indonesian)