Oleh: Chaira Machmudya Salsabila, S.H.
Sebagaimana yang kita ketahui bersama, merger dan akuisisi seringkali dijadikan sebagai strategi bisnis oleh para pelaku usaha. Namun ternyata, dari segi aspek persaingan usaha, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, lho!
Seperti yang diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, merger atau penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan Perseroan lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari perseroan yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada perseroan yang menerima penggabungan dan selanjutnya status badan hukum perseroan yang menggabungkan diri berakhir karena hukum. (Pasal 1 angka 9 UU No. 40 Tahun 2007, sebagaimana diubah oleh Pasal 109 Undang-Undang No. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja)
Sedangkan, akuisisi atau pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih saham Perseroan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas Perseroan tersebut. (Pasal 1 angka 11 UU No. 40 Tahun 2007, sebagaimana diubah oleh Pasal 109 Undang-Undang No. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja)).
Merger dan akuisisi memiliki beberapa syarat pelaksanaan menurut UU No. 40 Tahun 2007, serta perubahannya dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja). Misalnya, dibuatnya rancangan merger atau akuisisi serta persetujuan dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Dalam UU Cipta Kerja sendiri, merger dan akuisisi erat kaitannya dengan Perizinan Berusaha. Misalnya dalam perubahan Undang-Undang No. 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan dalam UU Cipta Kerja, Perizinan Berusaha tidak boleh dipindahtangankan jika akuisisi dilakukan, kecuali kegiatan usaha nyata-nyata sudah dilakukan. Selain itu,
Adapun dalam Pasal 126 dari UU No. 40 Tahun 2007 dijelaskan bahwa:
Perbuatan hukum Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan atau Pemisahan wajib memperhatikan kepentingan:
- Perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan perseroan;
- Kreditor dan mitra usaha lainnya dari perseroan; dan
- Masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha.
Jadi, UU Perseroan Terbatas sendiri telah menekankan pentingnya memperhatikan persaingan usaha yang sehat dalam perbuatan merger dan akuisisi ya, Sobat!
Merger dan Akuisisi dalam Hukum Persaingan Usaha
Persaingan usaha sendiri diatur dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Dalam Pasal 1 angka 2 dalam Undang-Undang ini, praktek monopoli didefinisikan sebagai pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.
Sedangkan dalam Pasal 1 angka 6 dari Undang-Undang ini, dijelaskan bahwa persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.
Pengaturan mengenai merger dan akuisisi dalam hukum persaingan usaha dapat ditemukan dalam Pasal 28 hingga 29 Undang-Undang ini. Menurut pasal-pasal ini, merger dan akuisisi tidak boleh bertentangan dengan prinsip-prinsip anti monopoli dan persaingan usaha yang sehat, dan merger dan akuisisi dengan nilai aset dalam merger atau akuisisi tersebut melebihi batas tertentu wajib diberitahukan kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal perbuatan hukum tersebut.
Menurut Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 2010 tentang Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan yang Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, khususnya dalam Pasal 5, merger dan akuisisi yang memiliki kriteria berikut wajib dilaporkan kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha:
- Nilai aset sebesar atau lebih dari Rp.2.500.000.000.000,00 (dua triliun lima ratus miliar), dan/atau
- Nilai penjualan sebesar atau lebih dari Rp.5.000.000.000,00 (lima triliun rupiah)
Pelaporan tersebut wajib dilakukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak merger dan akuisisi tersebut berlaku efektif.
Juga menurut Pasal 5, usaha perbankan wajib melaporkan merger atau akuisisi yang dilakukannya kepada KPPU jika nilai aset mencapai Rp.20.000.000.000.000,00 (dua puluh triliun rupiah).
Menurut Pasal 5 ayat (4) dari Peraturan Pemerintah tersebut di atas, nilai aset dan/atau nilai penjualan yang disebutkan di atas dihitung berdasarkan penjumlahan nilai aset dan/atau nilai penjualan dari:
- Badan Usaha hasil Penggabungan, atau Badan Usaha hasil Peleburan, atau Badan Usaha yang mengambil alih saham perusahaan lain dan Badan Usaha yang diambil alih; dan
- Badan Usaha yang secara langsung maupun tidak langsung mengendalikan atau dikendalikan oleh Badan Usaha hasil Penggabungan, atau Badan Usaha hasil Peleburan, atau Badan Usaha yang mengambil alih saham perusahaan lain dan Badan Usaha yang diambil alih.
Menurut Pasal 8 dari PP yang sama, berikut ini adalah hal-hal yang harus dimuat dalam notifikasi merger atau akuisisi yang akan diberikan kepada KPPU:
- nama, alamat, nama pimpinan atau pengurus Badan Usaha yang melakukan Penggabungan Badan Usaha, Peleburan Badan Usaha, atau Pengambilalihan saham perusahaan lain;
- ringkasan rencana Penggabungan Badan Usaha, Peleburan Badan Usaha, atau Pengambilalihan saham perusahaan; dan
- nilai aset atau nilai hasil penjualan Badan Usaha.
Notifikasi tersebut harus ditandatangani oleh pimpinan atau pengurus badan usaha yang melakukan merger atau akuisisi.
Setelah notifikasi atau pemberitahuan tertulis diberikan kepada KPPU, KPPU akan memberikan penilaian terkait ada atau tidaknya dugaan praktek monopoli atau persaingan usaha tidak sehat dalam perbuatan merger atau akuisisi tersebut. Pemberian penilaian akan berlangsung paling lama 90 (sembilan puluh) hari sejak notifikasi atau pemberitahuan tersebut diberikan.
Adapun sanksi tegas diberikan kepada perusahaan yang tidak memberitahukan KPPU mengenai merger dan akuisisi yang dilakukannya. Sanksi administratif tersebut ialah denda senilai Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) untuk setiap hari keterlambatan, dengan ketentuan denda administratif secara keseluruhan paling tinggi sebesar Rp. 25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah).
Demikian penjelasan penulis mengenai “merger dan akuisisi dalam hukum persaingan usaha“. Jika Sobat memiliki keinginan untuk memulai usaha dan membutuhkan bantuan dalam mengurus perizinannya, yuk hubungi Selaras Group sekarang juga!
Sumber:
Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 2010 tentang Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan yang Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha. “FAQ: Merger dan Akuisisi (M&A)”. Diakses melalui https://kppu.go.id/faq-merger-dan-akuisisi/ pada 28 Oktober 2021.
Sumber Gambar:
unsplash.com
Editor: Siti Faridah, S.H.