Oleh: Bambang Sukoco, S.H.
Wajib pajak setelah memiliki NPWP secara konsisten harus melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai dengan peraturan berlaku, kewajiban yang tidak dilaksanakan dapat dikenai sanksi hingga penyitaan aset wajib pajak.
Peristiwa terbaru terjadi di Surakarta dimana KPP Pratama Surakarta melakukan sita sebuah mobil milik penunggak pajak. Untuk lebih jelas ikutin terus yuk!
Kronologi Kasus
Dikutip pada INewsJateng.id pada tanggal 27 Januari 2022 melalui keterangan pers Kepala KPP Pratama Surakarta Yunus Darmono mengungkapkan penyitaan dilakukan disebabkan wajib pajak tidak dapat melunasi tagihan pajak.
“Penyitaan dilakukan karena wajib pajak tidak dapat melunasi tagihan pajak sesuai waktu yang telah ditentukan,”
Penyitaan kepada PT PU didasarkan atas tunggakan pajak yang belum dibayarkan. Aset yang disita adalah sebuah aset yang diperkirakan mempunyai nilai Rp 80.000.000,00 juta rupiah.
Eksekusi dilaksanakan Juru Sita Pajak Negara (JSPN) dengan Surat Perintah Melakukan Penyitaan (SPMP) nomor SIT-00008/WPJ.32/KP.0604/2022 tanggal 26 Januari 2022.
Setelah dilakukan penyitaan, apabila dalam jangka waktu 14 hari penanggung pajak belum melunasi utang pajak beserta biaya penagihannya, maka kendaraan roda empat yang menjadi objek sita akan dilelang dengan terlebih dahulu dilakukan pengumuman lelang.
Hal ini sesuai Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, penyitaan ini dilakukan apabila dalam jangka waktu 2×24 jam setelah pemberitahuan surat paksa, penanggung pajak tetap tidak melunasi pajaknya.
Tindakan penyitaan diharapkan memberi efek jera khususnya bagi penunggak pajak dan bagi wajib pajak secara umumnya, hal ini agar dapat melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai ketentuan peraturan yang berlaku.
Tindakan penyitaan merupakan langkah terakhir karena wajib pajak tetap tidak melunasi utang pajaknya dalam jangka waktu yang ditentukan. Maka masih ada langkah yang dapat dilakukan selain penyitaan, hal itu apa yuk ikuti terus!
Pajak Di Indonesia
Sejak reformasi perpajakan tahun 1983, sistem pemungutan pajak di Indonesia berubah dari official assessment system yang berarti pemerintah yang menentukan berapa besarnya pajak yang terutang dari wajib pajak.
Menjadi self assessment system yang berarti wajib pajak sendiri yang diberikan wewenang untuk menghitung, menyetor, melaporkan pajak terutangnya sendiri.
Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan Undang- Undang Nomor 7 Tahun 2021 pada Pasal 2 Ayat 1 yaitu:
“Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak”.
Pajak merupakan faktor penting bagi keuangan negara dalam menjamin kelangsungan pembangunan nasional tanpa tergantung kepada sumber daya alam dan bantuan asing.
Peran serta masyarakat dalam pemenuhan kewajiban di bidang perpajakan perlu ditingkatkan dengan mendorong kesadaran, pemahaman dan penghayatan bahwa pajak adalah sumber utama pembiayaan Negara.
Sanksi Administrasi
Utang pajak atau dikenal juga dengan tunggakan pajak muncul ketika ada tagihan pajak yang masih harus dibayar oleh wajib pajak.
Perlu diketahui kewajiban pajak yang melekat pada wajib pajak setelah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah membayar pajak dan melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa dan/atau Tahunan.
Peraturan perpajakan telah mengatur tentang jangka waktu pembayaran atau penyetoran pajak serta pelaporan SPT Masa dan Tahunan untuk tiap-tiap jenis pajak.
Jangka waktu ini yang harus dipenuhi oleh wajib pajak jika tidak ingin dikenakan sanksi administrasi berupa denda keterlambatan pelaporan dan/atau bunga atas pajak yang tidak atau kurang dibayar.
Berdasarkan Pasal 7 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), sanksi administrasi berupa denda akibat keterlambatan pelaporan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai adalah sebesar Rp500.000,- untuk Surat Pemberitahuan Masa lainnya sebesar Rp100.000,-.
Sementara sanksi administrasi berupa denda akibat keterlambatan pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak penghasilan wajib pajak badan sebesar Rp1.000.000,- dan Rp100.000,- untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan wajib pajak orang pribadi.
Konsekuensi Utang Pajak
Yang menjadi dasar penagihan pajak adalah dengan adanya Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah,
Jangka waktu dasar penagihan harus dilunasi 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan. Apabila atas jumlah pajak yang masih harus dibayar oleh Penanggung Pajak sesuai dengan jangka waktu tersebut maka dapat dilaksanakan penagihan pajak dengan Surat Paksa sesuai dengan ketentuan perpajakan.
Jika wajib pajak tidak membayar STP dan/atau SKPKB sampai dengan jangka waktu yang telah ditentukan, maka atas wajib pajak tersebut telah timbul utang pajak. Sebagai konsekuensi dari timbulnya utang pajak ini, atas wajib pajak dapat dilakukan tindakan penagihan pajak oleh Juru Sita Pajak Negara dengan tahapan sebagai berikut:
- Surat Teguran, diterbitkan 7 (tujuh) hari setelah tanggal jatuh tempo pembayaran STP atau SKPKB;
- Surat Paksa, diterbitkan apabila 21 (dua puluh satu) hari setelah disampaikannya Surat Teguran, wajib pajak belum melunasi utang pajak;
- Surat Sita, diterbitkan apabila dalam waktu 2 x 24 jam setelah diberitahukannya Surat Paksa, wajib pajak belum juga melunasi utang pajak;
- Pengumuman lelang, dilakukan apabila dalam waktu sekurang-kurangnya 14 (empat belas) hari setelah dilakukannya penyitaan, wajib pajak belum juga melunasi utang pajak.
- Lelang, dilakukan sekurang-kurangnya 14 (empat belas) hari setelah dilakukan pengumuman lelang.
Kesimpulan
Maka hal terpenting adalah bahwa wajib pajak harus memahami kewajiban perpajakan yang melekat pada wajib pajak setelah memiliki NPWP serta secara konsisten melaksanakan kewajiban perpajakan tersebut sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku.
Itulah penjelasan singkat mengenai “KPP Pratama Surakarta Melakukan Sita, Kenali Saksi Tunggakan Pajak di Indonesia”. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai isu hukum terbaru, keep up to date di Blog Selaras Group yaaa! kalian juga bisa mengkonsultasikan masalah hukum kalian dengan mengakses laman Selaras Group sekarang juga!!
Sumber:
Indonesia (2022). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2021.
Indonesia (2000). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2000 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 Tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa.
Suandy, Erly. 2011. Hukum Pajak. Jakarta: Salemba Empat.
Waluyo, 2013, Perpajakan Indonesia. Edisi Kesebelas, Salemba Empat; Jakarta.
INewsJateng.id, ” KPP Pratama Surakarta Sita Sebuah Mobil Milik Penunggak Pajak “, diakses pada laman. https://jateng.inews.id/berita/kpp-pratama-surakarta-sita -sebuah-mobil-milik-penunggak-pajak. Pada tanggal 30 Januari 2022.
Sumber Gambar:
www.pexels.com
Editor: Siti Faridah, S.H.