Serba-Serbi Kode Etik Advokat

Serba-Serbi Kode Etik Advokat

Oleh: Afifah Putri Ningdiyah, S.H.

Halo sobat Selaras Group!

Apa kabar kalian semua? Semoga kalian dalam keadaan sehat dan baik, ya! Pada kesempatan kali ini, penulis akan membagikan sedikit pembahasan terkait pelanggaran kode etik dan jeratan pidananya. Kalau begitu, selamat membaca!

Pengertian Kode Etik

Menurut Shidarta, kode etik adalah prinsip-prinsip moral yang melekat pada suatu profesi dan disusun secara sistematis. Ini berarti, tanpa kode etik yang sengaja disusun secara sistematis itu pun suatu profesi tetap bisa berjalan karena prinsip-prinsip moral tersebut sebenarnya sudah melekat pada profesi tersebut.

Kode etik profesi merupakan rumusan norma moral manusia yang mengemban profesi itu. Kode etik profesi menjadi tolok ukur perbuatan anggota kelompok profesi, dan merupakan upaya untuk pencegahan perbuatan yang tidak etis bagi anggotanya.

Beberapa alasan kode etik diabaikan oleh para anggota profesi hukum, yaitu:

  1. Pengaruh sifat kekeluargaan;
  2. Pengaruh jabatan;
  3. Pengaruh konsumerisme;
  4. Karena lemahnya iman.

Kode Etik Profesi Advokat

Dalam suatu profesi hukum, advokat misalnya, mereka terikat dan harus berpegang teguh dalam menjalankan tugasnya sesuai dengan Kode Etik Advokat Indonesia. Sebagai profesi terhormat dan mulia (atau disebut officium nobile), para advokat harus menjaga martabatnya.

Citra advokat sangat ditentukan oleh etos profesi mereka dalam arti sejauh mana komunitas advokat sanggup menerapkan standar etika serta keterampilan teknik berprofesi. 

Dalam menjalankan tugasnya, advokat tidak semata-mata bertujuan untuk memperoleh imbalan materi tetapi lebih mengutamakan tegaknya hukum, kebenaran, dan keadilan.  Hal itu sesuai dengan apa yang tertulis dalam Pasal 3 huruf b Kode Etik Advokat.

Artidjo Alkostar menyatakan bahwa advokat mengemban tugas untuk menegakkan keadilan dan meningkatkan martabat kemanusiaan sehingga pekerjaan ini dikatakan pekerjaan leluhur.

Dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat disebutkan bahwa, status advokat sama seperti hakim, jaksa, dan polisi yakni sebagai penegak hukum yang bebas, mandiri, yang dijamin oleh hukum dan peraturan perundang-undangan.

Pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh advokat ini dapat diadukan ke pihak berwenang. Berdasarkan Pasal 11 ayat (1) Kode Etik Advokat, tertera bahwa pengaduan dapat diajukan oleh beberapa pihak berkepentingan dan yang merasa dirugikan, yaitu:

  1. Klien;
  2. Teman sejawat;
  3. Pejabat pemerintah;
  4. Anggota masyarakat;
  5. Dewan Pimpinan pusat/cabang/daerah dari organisasi profesi dimana teradu menjadi anggota.

Pengaduan terhadap advokat yang diduga melanggar kode etik dilaporkan sebagai teradu harus disampaikan secara tertulis disertai dengan alasan dan dibuat dalam 7 rangkap serta membayar pembiayaan pengaduan.

Hukuman terhadap pelaku pelanggaran kode etik advokat dapat dilihat dalam Pasal 16 Kode Etik Advokat Indonesia.

Jadi itulah pembahasan mengenai kode etik profesi hukum khususnya advokat. Bagi kalian yang tertarik untuk membaca artikel menarik lainnya, silahkan sobat kunjungi Selaras Group sekarang juga!!

Sumber:

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.

Kode Etik Advokat Indonesia yang disahkan tahun 2002.

Abdul Kadir Muhammad, Etika Profesi Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung 2006.

Shidarta, Moralitas Profesi Hukum, Refika Aditama: Suatu Tawaran Kerangka Berpikir, Bandung, 2009.

Sumber Gambar:

pexels.com

Editor: Siti Faridah, S.H.

Leave a Replay