Oleh: Evoryo Carel Prabhata, S.H
Hai Sobat Selaras!
Kali ini kita akan membahas Hak Asasi Manusia, kenapa Hak Asasi Manusia? Tidak dapat dipungkiri Hak Asasi Manusia menjadi indikator demokrasi suatu negara.
Tidak hanya itu, Hak Asasi Manusia dapat dijadikan tolak ukur kecenderungan pemerintahan untuk bertindak. Bahkan, kualitas penegakan Hak Asasi Manusia digunakan untuk mengukur kondusifnya iklim bisnis loh!
Pentingnya Hak Asasi Manusia
Setiap manusia pada dasarnya memiliki hak yang sama dan kesetaraan dalam kehidupan bermasyarakat. Konsep hak dasar pada manusia ini telah mengalami perjalanan panjang dalam sejarah manusia, sehingga mengalami perubahan signifikan secara definitif seiring dengan perkembangan waktu.
Pengakuan konsep Hak Asasi Manusia (HAM) ini tidak bisa dipungkiri secara historis berasal dari kepentingan golongan khususnya golongan orang Eropa yang menginginkan hak nya untuk dikategorikan sebagai perihal yang esensial dalam masyarakat dan patut mendapatkan perlindungan serta pengakuan.
Persepsi kepentingan golongan inilah yang mendasari perspektif bahwa Hak Asasi Manusia adalah norma yang tidak dapat dibantahkan karena selaras dengan asas kepantasan atau “yang selayaknya” terjadi. Sehingga pada abad pertengahan, Hak Asasi Manusia hanya diperuntukkan bagi kaum ekonomi menengah ke atas serta berorientasi terhadap laki laki saja.
Berdasarkan The Universal Declaration of Human Rights 1948 terdapat 30 poin penting yang di sepakati masyarakat Internasional mengenai Hak Asasi Manusia yang patut diakui, dijaga dan dihormati. Tertera dalam traktat tersebut terdapat kata kunci dalam setiap poin yakni “everyone” dan “No One”.
Hal ini menjadi bukti bahwa nilai moral dunia internasional semakin progresif dan perspektif akan HAM menjadi lebih universal tanpa diskriminasi atas suku, ras, agama dan antar golongan. Melalui pembentukan Perserikatan Bangsa Bangsa sebagai wadah dunia Internasional, HAM dapat diawasi dan ditetapkan standarnya tanpa turut campur kepentingan golongan tertentu.
Dengan adanya PBB, dunia Internasional mampu melakukan langkah nyata dalam meningkatkan kualitas kemanusiaan dalam konteks Hak Asasi Manusia sesuai dengan The Universal Declaration of Human Rights 1948.
Baca juga: Apa Itu Globalisasi Hukum?
Peran Negara
Indonesia merupakan salah satu anggota PBB yang meratifikasi traktat Internasional sehingga sebagai bentuk tanggung jawab moral dan hukum, Indonesia menyetujui konsep HAM yang telah disepakati masyarakat Internasional. Konsep tersebut telah mengalami penyesuaian dan interpretasi dengan adanya penetapan Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999.
Perlu diketahui, dengan adanya undang undang tersebut penegakan Hak Asasi Manusia khususnya di Indonesia memiliki landasan hukum yang mampu menjadi solusi dari “abusal of human rights by the state”. Sejauh mana kepastian penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia? Bagaimana relevansi undang undang tersebut dalam melindungi hak asasi manusia? Bagaimana sikap masyarakat Internasional khususnya Hukum Internasional dalam menanggapi krisis ini?
Hak Asasi Manusia sebagai hak dasar yang tertanam dalam setiap individu memerlukan suatu otoritas dalam rangka penegakan dan perlindungannya. Negara memiliki kewajiban untuk membentuk suatu otoritas demi melindungi dan menghormati nilai-nilai dasar kemanusiaan tersebut.
Regulasi dan Praktek HAM di Indonesia
Dalam rangka menegakkan HAM, hal tersebut diatur dalam Undang Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia untuk mengadili pelanggaran HAM berat. Undang – Undang ini pun mendukung sebuah perspektif bahwa pelanggaran HAM berat perlu mendapatkan keadilan yang seadil-adilnya, sehingga perkara HAM berat tidak dikenai daluwarsa.
Adanya payung regulasi serta tertuangnya nilai-nilai HAM dalam konstitusi Indonesia faktanya berlawanan dengan penerapannya, dimana kasus pelanggaran HAM berat tidak ditangani dengan baik. Hal tersebut terbukti pada beberapa kasus seperti Tragedi Munir, Trisakti dan pasca G30 S dimana terjadi pembantaian terhadap orang-orang yang diduga berafiliasi dengan PKI yang tidak sedikit jumlahnya.
Kasus pelanggaran HAM berat tersebut hanyalah sedikit dari banyak kasus yang menjadi catatan serius dalam sejarah pelanggaran HAM di Indonesia. Hal tersebut seharusnya segera ditindaklanjuti oleh otoritas khususnya Negara Republik Indonesia sebagai bentuk keseriusan dan keberpihakan negara kepada nilai-nilai kemanusiaan.
Baca juga: Memahami Hukum Pidana Internasional
Adanya penegakan HAM di Indonesia akan menjadi bukti dan tindak lanjut dari nilai-nilai HAM Internasional yang telah diratifikasi dalam Universal Declaration of Human Rights 1948. Kasus – kasus diatas hingga tulisan ini dibuat, masih menyisakan tanda tanya dan tidak mendapatkan perhatian serius dari pemerintah Indonesia.
Kurangnya ketegasan dan rumitnya sistem peradilan negara dalam mengadili pelanggaran HAM, menyulitkan penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM. Problematika ini akan memungkinkan munculnya kasus kasus baru yang melanggar nilai-nilai kemanusiaan.
Sebagai reaksi publik pada kasus Gerakan 30 September, publik bersama Tentara Nasional Indonesia melakukan pembersihan simpatisan,anggota, dan penganut ideologi yang sejalan dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada tahun 1965 – 1966. Masa itu terjadi sebuah pembantaian terhadap warga tidak bersalah yang dituduh sebagai simpatisan PKI.
Kasus diatas bahkan sempat disinggung oleh senator Tom Udall agar Indonesia “mengakui” atas tragedi tersebut. Indonesia sebagai anggota PBB pun telah “cukup” mendapatkan beberapa teguran dari negara negara lain perihal “PR” tragedi HAM yang hingga saat ini masih patut dipertanyakan kejelasannya.
Ingin memahami isu hukum di Indonesia? Kunjungi Selaras Group
Sumber:
The Universal Declaration of Human Rights 1948
Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999
Undang Undang Nomor 26 Tahun 2000
Michelo Hansungule, “The Historical Development of International Human Rights” in Azizur Rahman Chowdhury & Md Jahid Hossain Bhuiyan, eds, Introd Int Hum Rights Law (Koninklijke Brill NV, 2010)
Hannah Beech, “U.S. Stood By as Indonesia Killed a HAlf-Million People, Papers Show”, New York Times (18 October 2017), online: <httips://www.google.com/amp/s/www/nytimes.com/2017/10/08/world/asia/indonesia-cables-communist-massacres.amp.html>.
Sumber Gambar:
pexels.com.
Editor: Bambang Sukoco, S.H.